July 2, 2008

Terus Terpinggirkan, Budaya Lampung Butuh Revitalisasi

BANDAR LAMPUNG - Budaya Lampung sejak lama terpinggirkan dan tidak bisa berkembang. Itu terjadi sebagai dampak dominasi budaya pendatang di Lampung. Untuk itu budaya Lampung harus segera direvitalisasi sebagai upaya pelestarian dan pengembangan.

Peneliti Antropologi Bidang Hubungan Antar Suku Bangsa, Antropologi Politik, dan Arsitektur Tradisional FISIP Universitas Indonesia J Emmed M Prioharjono dalam acara diskusi budaya Lampung, Jumat (20/6) mengatakan, pergeseran budaya yang menyebabkan terjadinya dominasi budaya pendatang terjadi sebagai dampak posisi geografis Lampung yang dekat dengan Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya.

Kedekatan secara geografis menyebabkan arus migrasi penduduk dari Lampung ke Jakarta atau Jawa sangat tinggi. Para migran tersebut akhirnya menjadi agen perubahan bagi Lampung. Mereka yang terbiasa tinggal dan hidup dalam budaya Jawa menjadi enggan untuk berbicara atau memakai adat budaya Lampung dalam kehidupan sehari-hari. "Mereka yang terbiasa hidup dalam lingkungan Jawa menjadi lebih suka berbahasa atau mengacu pada budaya Jawa tempat mereka belajar atau bekerja daripada berbahasa dan memakai budaya Lampung dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.

Faktor pendukung lainnya, sejak 1905 Lampung sudah menjadi tempat kolonisasi pertama atau pemindahan penduduk Jawa ke Sumatera sebagai buruh perkebunan. Arus kedatangan penduduk Jawa lambat laun menyebabkan jumlah penduduk asli Lmapung hanya 16 persen dari total jumlah penduduk Lampung saat ini.

Faktor-faktor tersebut, lanjut Emmed, mau tidak mau akhirnya mendorong budaya Lampung menjadi budaya yang terpinggirkan. Dengan alasan tidak modern, tidak maju, hingga kampungan, masyarakat Lampung asli sendiri eng gan berbicara bahasa Lampung dan melestarikan budaya Lampung.

Ketua Majelis Penyeimbang Adat Lampung (MPAL) Mawardi Harirama dalam diskusi tersebut mengatakan, kondisi demikian jelas memprihatinkan. Ketidaktahuan masyarakat Lampung akan budaya Lampung dengan mudah bisa diketahui dari ketidakmam puan berbahasa Lampung hingga minimnya pengetahuan mengenai cara-cara hidup dan ragam adat Lampung.

Budaya dan adat Lampung terbagi atas Lampung peminggir atau pesisir atau Sai Batin, serta Lampung pedalaman atau Pepadun. Masyarakat hanya tahu dua itu tanpa tahu kedalaman pengertian, katanya.

Untuk itu, MPAL mengusulkan kepada setiap pemerintah kabupaten/kota di Lampung untuk mulai memperhatikan budaya Lampung. Bahasa Lampung yang selama ini menjadi bahan ajar hanyalah aksara Lampung. Ke depan, lanjut Mawardi, setiap pemkab/kota di Lampung sebaiknya memasukkan bahasa Lampung dan adat budaya Lampung sebagai pelajaran muatan lokal.

Revitalisasi budaya melalui pengenalan budaya sejak dini akan berhasil apabila setiap pemkab/kota memiliki kemauan yang sama. "Apalagi, budaya dan adat Lampung sudah terdaftar sebagai aset budaya nasional dan internasional," ujar Mawardi.

Menurut Mawardi, MPAL siap menjadi pelaksana pengajar adat budaya Lampung termasuk penyipana materi ajar. MPAL melihat, pengajaran mengenai adat budaya Lampung sejak dini yaitu sejak SD hingga SMA akan mewarnai sikap hidup masyarakat Lamp ung baik asli ataupun pendatang.

Helena Fransisca

Sumber: Kompas Intertainment, Jumat, 20 Juni 2008

No comments:

Post a Comment