Oleh H. Bambang Eka Wijaya
"DARI Kongres Kebudayaan 2008 di Bogor mengalun pesan formalistik, bangsa yang besar harus memiliki budaya yang kuat!" ujar Umar. "Menurut Anda, budaya apa yang bisa diasumsikan kuat dengan realitas dominasi maupun determinasinya dalam masyarakat sehingga implikasinya bukan saja bisa dirasakan, malah membuat warga sebagai aktor aktif dalam sistemnya!"
"Budaya uang!" jawab Amir, tegas. "Nyaris setiap warga dalam masyarakat kita just do it--hanya melakukan itu--yang dibaca dengan 'jas duit' membanting tulang hingga tidak kenal siang atau malam hanya untuk memburu uang! Lebih parah lagi, apa yang kita sebut dengan kebudayaan, dari upacara adat sampai kesenian, tidak kepalang juga sudah dilakukan dalam orientasinya untuk mencari uang! Begitulah manifestasi budaya uang atau kapitalistik (segalanya dikendalikan oleh modal--duit), dengan perangkat sistemnya dari industri sampai turisme! Budaya warga yang sesungguhnya tinggal embel-embel!"
"Tapi, just do it itu sendiri kan cuma slogan sepatu Nike!" potong Umar.
"Itu slogan yang amat brilian!" jawab Amir. "Ia merefleksikan mind set manusia modern yang berpikir dan berbuat serbapraktis, bahkan pragmatis! Dan hanya budaya uang yang bisa mengorientasikan manusia sejagat untuk berusaha bertindak praktis atau juga pragmatis! Bayangkan arti dan pengaruh uang dalam semua gerak hidup manusia masa kini, yang seolah tidak bisa lagi hidup tanpa itu! Barangkali, tinggal bernapas saja kini yang tidak bayar atau perlu biaya khusus!"
"Ah kau sinis karena kongres kebudayaan bukan diarahkan oleh guru besar antropologi budaya, tapi Menteri Pariwisata!" tukas Umar.
"Itu salah satu bukti dominasi budaya uang!" timpal Amir. "Budaya bukan lagi bagian Departemen Pendidikan, melainkan turisme! Apa pun bentuk unggulnya, budaya harus bisa dikemas untuk dijual ke turis! Temanya melestarikan budaya! Tapi yang lestari tinggal kepompong, isinya duit!"
"Dalam masyarakat memang terrasa dominasi budaya uang! Nyaris segalanya ditentukan oleh duit!" tukas Umar. "Dari mau sekolah sampai mau jadi bupati atau anggota legislatif, semua ditentukan oleh duit!"
"Bahkan lebih jauh lagi! Peradaban dunia kini lebih ditentukan oleh negara yang paling kuat dan paling banyak duitnya!" timpal Amir. "Negara-negara melarat yang butuh cipratan duitnya harus siap berlutut dan manut pada apa pun maunya sang tuan! Jika tidak patuh atau keras kepala, digilas mesin perangnya!"
"Itu pengaman modal dari negeri kuat, yang mengalir kembali dari negeri melarat ke negerinya berlipat ganda dalam bentuk rente, hasil alam, dan produk-produk lokal genius negeri melarat yang mereka impor sebagai pelipur lara negeri melarat--yang sebagian besar nilai tambah negerinya ikut tersedot dalam rente yang mereka tarik!" tegas Umar. "Alhasil simpulnya, bangsa yang besar harus memiliki duit yang kuat!
Sumber: Lampung Post, Jumat, 12 Desember 2008
No comments:
Post a Comment