RUMAH di tepi sawah itu tampak sepi. Tak ada pengawalan berlebihan, kecuali seorang anggota Satpol PP di pos jaga. Pintu utama dibiarkan terbuka. Begitu masuk, kami "disambut" sebuah patung banteng--tepatnya sapi Bali--dari kayu. Tanduknya runcing dengan kaki kiri terangkat.
Warna kursi di ruang utama berukuran 3 x 3 meter itu merah menyala. Sebuah jam besar berdiri di sudut kiri ruangan, pada dinding di sebelahnya terpajang kain tapis berbingkai kaca.
Setelah lima menit menunggu, si empunya rumah keluar kamar dengan kaos oblong putih dan sarung. "Baru selesai pijat," ujar Mukhlis Basri, sambil menyalami kami.
Ia menyapa dengan cara yang sama 10 tahun silam, ketika akan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Lampung Barat dari PDI Perjuangan; tetap ramah dan bersahabat. Tidak ada yang berubah.
"Dari dulu saya ya begini, tak ada yang berubah. Saya justru sering menegur teman-teman lama mengapa sekarang sikap mereka agak berbeda," ujar anak petani dari Sumber Jaya itu.
Sebelum menjadi bupati pun, Mukhlis memang memiliki pergaulan luas. Ia aktif di berbagai organisasi hingga akhirnya menakhodai PDI Perjuangan Lampung Barat. Sejak muda, Mukhlis sudah tertarik terjun ke politik. Dan, bidang itulah yang kini mengantarkannya meraih kursi bupati.
Namun, menapaki karier politik tak seindah yang dibayangkan anak-anak muda sekarang. Rezim otoriter Orde Baru selalu mengendalikan apa saja berbau politik dengan berbagai cara. "Saya sempat dipenjara dan ditelanjangi. Peristiwa itu tidak bakal saya lupakan," ujar Mukhlis.
Di lingkungan keluarganya, dunia politik bukan hal baru. Bahkan, jalur politik Mukhlis berbeda dengan sang ayah. Itu terjadi karena ayahnya mengembangkan budaya demokratis dalam keluarga dan memberi kebebasan pada putra-putrinya untuk menentukan pilihan sendiri. "Bapak saya Masyumi, kakak saya di partai lain, tetapi saya memilih PDI (Perjuangan). Ini pilihan hidup saya," kata ayah tiga putri itu.
Meskipun menempuh jalan berliku di jalur politik, Mukhlis tetap menjalaninya dengan setia. Ia melukiskan perjalanan hidupnya bagai air mengalir, semaunya mengalir saja menuju suatu tempat yang entah di mana. "Saya tak pernah punya cita-cita mau jadi apa. Keinginan saya dulu hanya satu, bisa sekolah tinggi agar tidak seperti ayah saya."
Prinsip air mengalir itulah yang dilakoninya hingga kini. Pun ketika ia "nekat" maju sebagai calon bupati pada Pilkada Lambar, 2007 lalu. "Maju pilkada kan harus punya dana besar. Saya tak punya modal, uang saya cuma tujuh puluh juta, ya cuma itulah yang ada di rekening saya," tutur penikmat kopi luak itu.
Sempat tebersit untuk maju lagi sebagai calon wakil bupati, tapi banyak yang tidak setuju, antara lain istrinya. "Kalau tidak sekarang maju sebagai calon bupati, lebih baik tidak selamanya. Kita kembali saja jadi petani," ujar Mukhlis menirukan ucapan sang istri.
Mendapat motivasi dari keluarga, semakin kuat semangatnya untuk maju sebagai calon bupati. Ia semakin optimistis karena dukungan mengalir dari teman-temannya dan masyarakat, baik dukungan moril maupun dana. "Saya tidak tahu, kok ada saja yang menyatakan siap membantu. Allah memberi begitu banyak kemudahan pada saya. Semua itu harus saya syukuri," kata dia di akhir perbincangan. N IDO/BAM
----------
BIODATA
Nama : Drs. Mukhlis Basri
Lahir : Sinarjaya, 24 Februari 1964
Pendidikan :
- SDN 1 Sinarjaya (1976)
- SMPN 1 Tanjungkarang (1980)
- SMUN 1 Tanjungkarang (1983)
- STIAL Jurusan Administrasi Negara (1990)
Pekerjaan:
- Sales Pestisida (1984--1988)
- Manajer KUD Sumberjaya (1989--1992)
- Ketua KUD Sumberjaya (1992--1999)
- Anggota DPRD Lambar (1999--2002)
- Wakil Bupati Lambar (2002--2007)
- Bupati Lambar (2007--sekarang)
Organisasi:
- HMI (1983--1984)
- Menwa (1984--1986)
- Pengurus KTNA Pemuda Lampung (1991)
- Ketua PAC PDI Sumberjaya (1992)
- Wakil Ketua DPC PDI-P Lambar (1998--2000)
- Ketua DPC PDI-P Lambar (2000--sekarang)
Keluarga :
Istri: Dra. Helwiyati Komala Dewi
Anak:
1. Lesty Putri Utami
2. Lestari Dwi Pertiwi
3. Laras Tri Handayani
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 Desember 2008
nice blog.. :D
ReplyDelete