December 12, 2008

Achmad Zulkifli Warganegara: Spirit (Pejuang) yang Tidak Pernah Padam

BANGUNAN penting di mana pun biasanya sebuah penanda. Sebab itu, dalam ingatan publik, ia sering tidak lepas dari para tokoh yang berada di belakangnya (sebagai pembuat atau penggagas).

Melihat Monumen Nasional, misalnya, kita mengingat nama Bung Karno sebagai sang empunya ide. Menyebut Taman Ismail Marzuki kita ingat mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Dan, ketika masuk ke dalam kemegahan Masjid Istiqlal kita teringat F. Silaban, sang arsiteknya.

Tetapi, Anda penduduk Lampung, tahukah sosok yang membangun Bandar Udara Branti (kini Radin Intan II)? Mungkin hanya sedikit orang yang tahu. Generasi sekarang boleh jadi telah berjarak amat jauh dengan penoreh sejarah itu. Dialah Ir. Achmad Zulkifli Warganegara. Sosok yang menginspirasi kaum terpelajar Lampung menjadi insinyur. Menjadi orang pintar!

Kini pria kelahiran Natar, Lampung Selatan, 14 Juni 1920 ini masih mengingat dengan baik Branti 60-an tahun silam. Ketika itu usianya baru 22 tahun dan baru tamat sekolah menengah teknik zaman Belanda, Koningin Wilhemina School di Batavia, Jakarta. Selain Branti, Zulkifli juga membangun Lapangan Terbang Tulung Branti, Menggala, Lampung Utara (kini Tulangbawang).

Jepang-lah yang memerintahkan Zulkifli membangun kedua bandara itu. "Saya menyanggupi membangun kedua bandara itu, tetapi dengan syarat kami kerjakan malam hari. Sebab, siang hari orang Lampung bekerja di ladang. Setelah selesai, Jepang kaget. Karena tidak pernah melihat kami bekerja (di siang hari), tahu-tahu bandara sudah jadi. Saya memang kerahkan semua orang-orang Lampung. Saya tunjuk ada yang jadi mandor dan ini itu. Mereka semangat sekali," kata dia kepada Lampung Post beberapa hari lalu di rumahnya, Jalan Ahmad Dahlan, Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Hari itu Zulkifli mengenakan kemeja batik lengan panjang dengan warna dasar krem dan celana panjang warna cokelat. Kepala dengan rambut yang kian menipis tertutup kopiah hitam dan kedua kakinya dibungkus kaus kaki.

Kami berbincang di kamar tidurnya yang jembar. Di usianya yang kian senja, ayah delapan anak ini memang sudah tidak bisa lagi banyak bergerak ke luar rumah. Jadilah kamar tidurnya menjadi ruang "serbaguna". Di atas tempat tidur itulah Zulkifli menghabiskan hari-harinya dengan ditemani sebuah televisi berukuran besar. Dengan benda kotak berlayar kaca itulah penyuka musik ini "menjelajah" dunia.

Ia terus mengikuti seluruh perkembangan dunia, perkembangan negerinya, dan perkembangan tanah kelahirannya, Lampung. Lampung yang menurutnya belum kunjung menjadi daerah yang ia impikan. Yang maju dan masyarakatnya sejahtera. Ia ingin moto hidupnya yang terbukti bisa menyelamatkan keindonesiaan di zamannya, yakni one for all, all for one (satu untuk semua, semua untuk satu), masih punya resonansi di kalangan anak-anak muda. Menurut bahasa Zulkifli, kepahlawanan itu kini adalah bagaimana menciptakan inspirasi untuk terus memberikan yang terbaik bagi bangsanya.

Nada bicara Zulkifli masih lantang meskipun vokalnya kadang tidak terlalu jelas. Sorot mata dan ekspresi wajahnya juga masih penuh vitalitas. Wibawa dan karismanya juga masih terpancar dari sosok sepuh itu

HARI itu, ia ditemani tujuh anak-menantu dari berbagai wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya yang ia undang khusus ke rumahnya ketika Lampung Post berkunjung. "Begitulah Papa. Beliau sosok yang tidak pernah padam," kata Ir. H. Syafril Yordian Warganegara, putra keempat Zulkifli. Ia memang dipercaya sang ayah menjadi "sekretaris" atau "juru bicara" pribadi. Syafril memang beberapa kali menjelaskan lafal ayahnya yang kadang kurang jelas.

Menurut Syafril, gairah dan semangat sang ayahnya menyala kembali ketika Lampung Post mewawancarainya untuk edisi khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional dan pembuatan buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung, Mei silam. Zulkifli dan sang adik, Dr. Ir. Marjoeni Warganegara, (mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel) termasuk tokoh yang dinilai amat layak masuk buku tersebut. "Selama ini sebenarnya saya sudah 'tidur', tetapi tiba-tiba kamu membangunkannya. Terima kasih yang tidak terhingga, saya masih diingat. Saya tidak menyangka ada institusi yang memberi penghargaan kepada saya. Ini benar-benar menjadi inspirasi saya untuk bangun dari tidur," kata dia dengan mata menerawang.

Syafril lalu menambahkan bagaimana ayahnya hampir setiap hari bicara bagaimana ia akan membentuk kelompok penekan (pressure group) untuk membangun daerah secara benar. "Jadi, tidak selalu harus dengan modal besar untuk membangun masyarakat itu," kata Syafril menirukan sang ayah.

Ir. Anshori Djausal, yang terinspirasi Zulkifli untuk kuliah di ITB, juga kagum dengan gagasan-gagasan tokoh kita ini. Ia yang beberapa kali berdiskusi dengan Zulkifli menilai pemikiran-pemikiran tokoh idolanya itu masih tetap aktual. Bagaimana misalnya Zulkifli pernah bicara membuat semacam konsultan pembangunan yang ditawarkan kepada kabupaten/kota dan provinsi. "Dananya tidak harus dari pemerintah, tapi partnership antara pemerintah, swasta, dan masyarakat," kata Anshori.

Layak Diteladani

Masih dalam refleksi Hari Pahlawan bulan ini, jejak dan langkah lulusan Akademi Teknik Nasional, Jakarta (1953) ini masih amat layak diteladani. Zulkifli dipercaya untuk membangun dua bandara di Lampung ketika usianya masih sangat belia.

Berhasil membangun dua bandara, ia pun diangkat menjadi kepala Pekerjaan Umum di Kotabumi, Lampung Utara. Pada 1950, ia ditarik ke Jakarta untuk mendapat tugas baru, yakni membangun Kota Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia sosok yang selalu penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Atas berbagai prestasinya, Departemen Dalam Negeri pun menariknya untuk secara khusus menangani pembangunan kota dan daerah. Ia beberapa kali dikirim ke berbagai negara untuk mengikuti berbagai pendidikan di bidang community planning dan community development, antara lain Kanada, Amerika Serikat, dan Prancis. (Tentang Zulkifli lihat juga 100 Tokoh Terkemuka Lampung (Lampung Post, 2008).

Lagi-lagi, karena dedikasi dan prestasinya, negara terus memberikan tugas pada Zulkifli. Setelah memasuki masa purnabaktinya di Departemen Dalam Negeri, pada 1974 Pertamina menariknya untuk membantu menangani pembangunan proyek Terminal Teluk Semangka. Ini merupakan terminal terbesar khusus untuk menampung kapal tanker yang bertonase di atas 1.000 ton.

Namanya yang mencorong di pusat maupun di tanah kelahirannya, menjadi tangga mudah ketika Pemilihan Gubernur Lampung digelar pada 1964. Zulkifli adalah gubernur Lampung terpilih pertama. Suasana politik yang menghangat waktu itu mampu memaksa Presiden Soekarno batal melantik Zulkifli. Bung Karno akhirnya melantik Kusno Danupoyo yang didukung Partai Komunis Indonesia. Ketika politik berubah, pada pemilihan gubernur berikutnya, Zulkifli juga menjadi calon kuat. Tapi, ia lebih memercayakan kepada sahabatnya, Zainal Abidin Pagar Alam. "Dia (Zainal, red) yang paling pas memimpin Lampung," kata dia.

Imbauan Sang Kakek

Ketika Zulkifli mendapat undangan peluncuran buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung dari Lampung Post, ia mengutus Syafril untuk hadir di Lampung. Sekembali dari Lampung, setelah melihat fisik buku 100 Tokoh, Zulkifli pun meminta Syafril menulis biodata dirinya yang agak lengkap. Juga mengumpulkan beberapa foto dan menyalin tulisan yang ada di buku. Ditambah sebuah sajak yang dibacakan aktor Deddy Mizwar ketika memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional beberapa waktu lalu; dua kalimat bijak Zulkifli, dan fotokopi SK penganugerahan gelar kehormatan sebagai pejuang kemerdekaan bertarikh 1981 kepada Zulkifli, jadilah kompilasi ini buku berjudul Imbauan Sang Kakek. Buku bersampul biru langit itu berisi 44 halaman .

Dalam buku itu dihiasi foto Zulkifli bersama sahabatnya, Zainal Pagar Alam, dengan istri tercinta, Bertha Hernani Idrusi yang berpulang pada 1988. Dua buah patung yang menghiasi rumahnya juga diabadikan dalam Imbauan Sang Kakek. Yang pertama patung ibu menyusui dan yang kedua patung seorang pemburu yang tengah mengejar seekor rusa. Yang pertama diberi judul Selalu Menjaga Kebersamaan dengan Penuh Kasih Sayang dan patung kedua berjudul Jauhi Sifat Memaksakan Kehendak.

Imbauan sang kakek sendiri hanya berisi dua kalimat, intinya dengan berbagai kondisi yang memprihatinkan ini, "Sang Kakek" mengimbau agar pembangunan karakter bangsa segera dimulai kembali. Semboyan one for all, all for one juga harus terus dikumandangkan karena terbukti mampu meneguh dan menegakkan Indonesia di masa lalu.

"Saya ingin secara khusus pula memberikan buku tipis ini kepada Lampung Post. Kumandangkan terus kata-kata yang ada pada patung itu. Dengan selalu menjaga kebersamaan dengan penuh kasih sayang serta tidak memaksakan kehendak, negara dan bangsa ini akan bisa selamat. Jangan pernah menyerah dengan keadaan sesulit apa pun," kata dia berapi-api. Ia memang sosok yang spiritnya tidak pernah padam. n DJADJAT SUDRADJAT/U-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 November 2008

No comments:

Post a Comment