December 13, 2008

Kongres Kebudayaan: Departemen Kebudayaan Perlu Dibentuk Terpisah

* Pemda Lampung Marginalkan Kebudayaan

BOGOR (Lampost): Revitalisasi lembaga, sarana, dan aktivitas kebudayaan harus dilakukan untuk mengembangkan budaya lokal maupun nasional. Pemerintah mesti memfasilitasi pengembangan kebudayaan lokal dan terbentuknya pusat-pusat kebudayaan di ranah internasional.

Pengembangan kebudayaan juga mesti ditunjang pendidikan kewarganegaraan yang menghargai multikulturalisme, menanamkan nilai-nilai budaya, dan merangsang kedermawanan di bidang budaya.

Kesimpulan tersebut terangkum dalam rekomendasi Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2008 di Bogor, Jawa Barat, Jumat (12-12). Kongres yang berlangsung mulai 10 Desember itu ditutup Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, kemarin (12-12).

KKI menghasilkan sembilan rekomendasi dan empat rumusan sesuai dengan bidang yang dibahas dalam kongres. Hasil rumusan yang disusun 16 tim perumus dibacakan Sekretaris I Panitia Pengarah Eka Budianta.

Rekomendasi KKI antara lain meliputi revitalisasi, pendidikan berbasis budaya, kemitraan masyarakat-pemerintah, peran pemerintah, regulasi, otonomi daerah, dan filantropi kebudayaan. Pembentukan Departemen Kebudayaan yang terpisah dari bidang lain juga masuk rumusan kongres.

Menbudpar akan membawa rekomendasi KKI 2008 ke Presiden, termasuk soal pembentukan Departemen Kebudayaan yang disampaikan khusus tim perumus kongres. "Usulan Departemen Kebudayaan ini sudah dibicarakan pada Kongres Kebudayaan 2003 di Bukittingi. Nanti saya sampaikan lagi ke Presiden," ujar Jero Wacik.

Pembentukan Departemen Kebudayaan yang terpisah dari bidang lain seperti pariwisata, ujar Jero, memiliki kelebihan dan kekurangan. Ia mencontohkan negara lain seperti China yang memiliki Departemen Kebudayaan sendiri kerap muncul masalah. "Departemen Kebudayaan ingin konservasi, sedangkan pariwisata mempromosikan. Ini jadi masalah karena ada perbedaan kepentingan," kata dia.

Untuk Indonesia, Jero menyatakan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata justru menyinergikan kepentingan konservasi budaya dan promosi pariwisata. Pengembangan dan pelindungan cagar budaya dan tempat-tempat bersejarah bisa berjalan seiring dengan kepentingan pariwisata yang mendatangkan pendapatan.

Marginalkan Kebudayaan Lampung


Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Syaiful Irba Tanpaka, yang mewakili Provinsi Lampung dalam KKI 2008, pesimistis rekomendasi kongres bisa diterapkan jika penentu kebijakan tetap mendua menyikapi masalah kebudayaan. Ia menilai kebijakan-kebijakan pemerintah dan pemda memarginalkan kebudayaan. "Di satu sisi menganggap penting budaya, tapi pelaksanaan kebijakannya menomorduakan kebudayaan. Misalnya, kegiatan-kegiatan budaya kalah dengan olahraga. Ini harus diubah agar budaya menjadi setara dengan bidang lain," ujarnya.

Di Lampung, ujar Syaiful, pemda masih memandang kebudayaan dan kesenian sebatas seremonial. Akhirnya, kesenian dan kebudayaan hanya menjadi benda atau pajangan dalam festival. "Festival-festival di Lampung hanya menempatkan budaya dan seni sebagai bumbu penyedap. Mestinya festival menjadi ajang yang merangsang budayawan dan seniman berkreasi, begitu juga dengan budaya dan seni tradisi," kata dia.

Syaiful juga menyatakan sinergi dinas dengan lembaga-lembaga budaya dan seni belum terjalin baik. Akibatnya, potensi-potensi budaya dan seni daerah tidak muncul optimal. "Ini mesti diperbaiki agar kita bisa mengembangkan ekonomi kreatif yang berbasis budaya dan seni setempat. Lampung juga memiliki kekayaan lokal yang bisa menjadi modal produktif," ujar Syaiful. n MAT/U-2

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 13 Desember 2008

1 comment:

  1. assalmunalikum
    tabikpun jama unyin segala kutirompok sai wat dija sikamja lagi ngunut cerita lampung (Aruhan raden jambat)dlam bentuk audio..kilu tulung dan pencerahanya.. linkna wat dipa
    salam

    buway burasakti

    ReplyDelete