December 9, 2008

Kerusakan Alam: Hutan Bakau di Lampung Tergusur Usaha Tambak

Kalianda, Kompas - Kawasan hutan lindung bakau Register 1 Way Pisang yang sekaligus sabuk hijau di Ketapang, Lampung Selatan, terancam habis. Sekitar 400 dari 505,8 hektar hutan bakau sudah berubah fungsi menjadi tambak udang dan bandeng.

Petugas Dinas Kehutanan Lampung Selatan, Sabtu (6/12), mengamati batang-batang bakau yang dibabat warga di areal hutan lindung bakau Regsiter 1 Way Pisang di Desa Berundung, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan. (KOMPAS/HELENA F NABABAN / Kompas Images)

Dari 400 hektar tambak di hutan lindung, sekitar 200 hektar di antaranya sudah bersertifikat hak milik. Dinas Kehutanan Lampung Selatan mencatat 40 nama pemilik tambak yang harus diperiksa. Selain itu, akan mengejar satu tersangka jual-beli lahan di kawasan hutan bakau.

Kepala Satuan Polisi Hutan Dinas Kehutanan Lampung Selatan Alwi, Sabtu (6/12) di lokasi Register 1 Way Pisang, Desa Berundung, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, mengatakan, alih fungsi hutan bakau menjadi tambak diketahui terjadi sejak 1995. Tepatnya, saat usaha budidaya bandeng dan udang marak di Lampung.

Warga melakukan konversi lahan menjadi tambak. Akan tetapi, saat itu status kawasan Register 1 Way Pisang seluas 18.700 hektar terbagi atas kawasan hutan produksi tetap seluas 8.971 hektar dan sebagai kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 9.729 hektar. ”Untuk bisa memanfaatkan lahan, harus ada pelaporan kepada Dinas Kehutanan,” ujar Alwi.

Alwi mengatakan, yang terjadi di lapangan, warga terus mengubah lahan kawasan menjadi tambak tanpa bisa dicegah. Bahkan saat Menteri Kehutanan mengeluarkan peraturan yang mengubah status Register 1 Way Pisang, dari hutan lindung menjadi hutan produksi pada tahun 2000, alih fungsi tidak terkendali dan terus terjadi.

Syamsu Rizal, Kepala Seksi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Lampung, mengatakan, ditengarai alih fungsi lahan hutan lindung bakau seluas 505,8 hektar yang terletak di tiga desa di Kecamatan Ketapang terjadi akibat desakan ekonomi dan praktik jual-beli. Diperkirakan lahan seluas 200 hektar saat ini sudah bersertifikat dan dimiliki 100 orang.

Sukardi, anggota PAM Swakarsa Dinas Kehutanan Lampung Selatan yang bertugas mengawasi hutan lindung Register 1 Way Pisang, mengatakan, alih fungsi itu terlihat jelas. Hutan bakau yang semula sepanjang 12 kilometer, dengan tebal 200-1.200 meter, kini tinggal sepanjang 4.000 meter dengan ketebalan 50-300 meter.

Ditentang

Menurut Alwi, munculnya sertifikat lahan tambak tersebut menyulitkan Dinas Kehutanan untuk merehabilitasi hutan bakau yang sudah hilang. Warga pemilik tambak bersertifikat melawan dan menolak program penanaman bibit bakau.

Beberapa warga bahkan memukul Sukardi pada Agustus 2008 saat menanyakan kepemilikan lahan dan menyosialisasikan rehabilitasi bakau.

Untuk menyelesaikan kasus alih fungsi hutan lindung, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Kehutanan Lampung Selatan mulai memeriksa 40 nama dari 100 nama pemilik sertifikat lahan. Selain itu, Dinas Kehutanan juga terus memburu satu orang pelaku jual-beli lahan kawasan. (hln)

Sumber: Kompas, Selasa, 9 Desember 2008

No comments:

Post a Comment