Oleh Gatot Eko Susilo*
KETIKA kota kita, Bandar Lampung, diserang banjir beberapa hari lalu, semua orang seakan-akan tersadar ada sesuatu yang salah dengan kota ini. Sebagian orang mengatakan banjir merupakan akibat besarnya curah hujan yang jatuh. Sebagian lagi menuding perubahan tata guna lahan dan hilangnya daerah resapan sebagai penyebab utama. Ada pula yang menegaskan rusaknya sistem drainase dan penyempitan sungai adalah biang keladi dari segala bencana banjir.
Semua pendapat para ahli, pejabat, cendekiawan, atau masyarakat tersebut memang cukup beralasan tapi masih bersifat sangat umum mengingat faktor-faktor yang disebutkan di atas memang merupakan faktor-faktor penyebab banjir yang paling umum di kota-kota di Indonesia. Kemudian ramai-ramai pula orang mencoba memberikan solusi bagi penyelesaian bencana banjir di Bandar Lampung ini.
Sayangnya, penyajian data yang akurat mengenai penyebab banjir dominan di Bandar Lampung masih belum muncul ke permukaan sehingga solusi-solusi yang ditawarkan juga masih bersifat prakiraan dan prediksi.
Pada dasarnya, banjir di Bandar Lampung sudah terjadi sejak lama terutama di daerah-daerah pantai seperti di Kecamatan Panjang serta Telukbetung dan sekitarnya. Tetapi banjir-banjir tersebut masih dianggap banjir sporadis dan kejadian alamiah mengingat daerah-daerah tersebut merupakan pantai yang berbatasan dengan perbukitan. Sehingga secara teoritis merupakan daerah yang lumrah terkena banjir apabila terkena aliran air akibat hujan deras di perbukitan dan pengaruh pasang surut air laut.
Sejak 90-an, banyak studi dan pembangunan infrastruktur yang dilakukan untuk membebaskan daerah Panjang dan Telukbetung dari bencana banjir. Meskipun belum seluruhnya berhasil, program pemerintah cukup efektif mengurangi kerugian akibat bahaya banjir di daerah-daerah tersebut.
Potensi Banjir dan Solusinya
Walaupun telah terdapat beberapa insiden banjir, di sisi lain Kota Bandar Lampung seperti Penengahan dan Kedaton, sampai awal 2000-an, orang masih belum banyak mengatakan Bandar Lampung adalah kota yang rawan banjir. Banjir mulai dianggap sebagai bencana alam yang mengancam Lampung pada pertengahan tahun 2000-an ketika terjadi genangan yang cukup permanen di Jalan Kartini, yang merupakan "wajah" Kota Bandar Lampung. Sampai akhirnya banjir yang terjadi beberapa hari lalu benar-benar membuktikan Bandar Lampung adalah kota yang rawan banjir.
Drainase atau jaringan pembuangan air di Bandar Lampung bermuara di beberapa sungai yang menjadi main drain atau drainase utama yang mengalir ke Teluk Lampung. Sungai-sungai tersebut adalah Way Belau yang menjadi drainase utama Kecamatan Telukbetung Barat, Kecamatan Telukbetung Selatan, sebagian Kecamatan Kemiling, dan sebagian Kecamatan Tanjungkarang Barat. Selanjutnya adalah Way Kuala yang merupakan drainase utama terbesar di Bandar Lampung.
Data yang didapat penulis dari penelitian pada 2005 menunjukkan sungai ini menampung sekitar 70% debit yang dihasilkan Kota Bandar Lampung ketika hujan. Daerah aliran sungai (DAS) Way Kuala meliputi daerah yang yang meliputi Kecamatan Kemiling, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kecamatan Kedaton, Kecamatan Sukarame, Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Tanjungkarang Timur, sebagian Kecamatan Telukbetung Utara, dan sebagian Kecamatan Panjang.
Selain kedua sungai di atas, ada beberapa sungai yang mempunyai DAS berukuran kecil yang merupakan drainase utama dari daerah pantai di sekitar Telukbetung dan Panjang. Sungai-sungai tersebut adalah Way Kupang di Kecamatan Telukbetung Selatan, Way Sukamaju di Kecamatan Telukbetung Barat, serta Way Galih dan Way Lunik di Kecamatan Panjang.
Jalan Kartini Bandar Lampung merupakan wilayah yang berada dalam DAS Way Simpur. Way Simpur merupakan anak sungai dari Way Kuala yang mempunyai panjang sekitar 5 km. Daerah hulu DAS Way Simpur berlokasi di Bukit Palapa I yang terletak di sekitar SMAN 3 Bandar Lampung, Bukit Kaliawi Bukit Palapa II yang terletak di sekitar Jalan Raden Imba Kesuma.
Anak-anak sungai Way Simpur di daerah ini merupakan selokan-selokan dengan lebar 1 sampai 2 meter dengan bentuk yang tidak konsisten dan kemiringan yang agak curam. Ketika terjadi hujan, sebagian besar air hujan mengalir cepat dan mengumpul di daerah cekungan yang berada di perbatasan Kelurahan Palapa dan Kelurahan Kaliawi. Daerah ini tepat berada di sekitar belakang Mal Kartini.
Penyempitan saluran dan sedimentasi di daerah ini cukup parah akibat padatnya permukiman penduduk. Sebagai akibatnya debit sungai yang berasal dari air hujan tidak bisa menyeberangi Jalan Kartini dan menumpuk di daerah permukiman penduduk dan mengakibatkan banjir.
Sebagian air hujan yang jatuh di Bukit Palapa II akan mengalir pula secara cepat ke arah Kelurahan Durian Payung. Daerah ini cukup curam dan tidak mempunyai jaringan drainase yang memadai. Sebagai akibatnya, air mengalir melalui Jalan Ratu Dipuncak yang berada di samping Mal Artomoro. Air tersebut akan mengumpul secara cepat di Jalan Kartini tepat di depan Mal Artomoro karena tidak ada akses drainase yang mampu mengirim air dari ruas Jalan Kartini ke anak sungai Way Simpur yang berada di seberang Jalan Kartini. Akibatnya dapat ditebak, yaitu terdapat genangan air yang cukup tinggi di depan Mal Artomoro.
Air terakumulasi di daerah tersebut karena posisi topografi daerah yang rendah. Anak sungai Way Kuala yang lain yang sering mengakibatkan banjir di Bandar Lampung adalah Way Awi. Pengalihan fungsi DAS Way Awi di daerah hulu (daerah Sukadanaham dan dataran tinggi Sukajawa) dari daerah perladangan/kebun menjadi permukiman terjadi sangat intensif dan terus menerus dari tahun ke tahun. Penyempitan sungai yang sporadis terjadi hampir di seluruh badan sungai yang dekat dengan permukiman penduduk. Akibatnya debit air tertahan dan membanjiri daerah-daerah permukiman yang berada di pinggir sungai.
Daerah yang paling parah terkena banjir tentu saja daerah Penengahan dan Pasir Gintung. Sempitnya alur sungai, curamnya daerah aliran sungai, rapatnya permukiman, dan tingginya sedimentasi akibat sampah merupakan kombinasi penyebab banjir yang paling efektif. Banjir akan semakin parah apabila gorong-gorong yang berada di bawah rel KA di Penengahan tersumbat oleh sampah-sampah yang terbawa aliran air.
Satu sungai lagi yang cukup berpotensi untuk menjadi penyebab banjir di Bandar Lampung adalah Way Balau. Sungai ini juga merupakan anak sungai dari Way Kuala dan sebagian besar alirannya berada di Kecamatan Kedaton, tepatnya di sekitar jalan yang lebih dikenal sebagai Gang PU. DAS-nya cukup luas dan berada di sekitar dataran tinggi Kemiling. Walaupun masih bersifat lokal, sungai ini selalu mengakibatkan banjir yang melanda lingkungan sekitarnya. Bahkan akibat debit besar beberapa hari yang lalu, terlihat terjadinya penggerusan di beberapa lokasi sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan alur dan tanggul sungai yang cukup parah yang mengarah kepada bencana banjir di masa yang akan datang.
Kita tahu, memecahkan pemasalahan banjir bukanlah hal yang mudah. Banyak orang mengatakan bahwa permasalahan banjir harus diselesaikan secara cermat, komprehensif, dan bertahap. Penyelesaian yang cermat, komprehensif, dan bertahap sendiri mempunyai arti yang cukup luas sehingga tanpa diikuti oleh penjelasan teknis biasanya solusi pemecahan pemasalahan banjir "secara cermat, komprehensif, dan bertahap" adalah jawaban yang bersifat sangat umum, tidak teknis, dan tidak detail. Pemecahan permasalahan banjir juga soal teknis dan sosial.
Yang perlu diingat, penyelesaian secara teknis dan sosial tidak akan menghasilkan suatu solusi yang baik tanpa didukung oleh data, tenaga ahli yang cukup berkompeten dalam bidangnya, serta biaya yang memadai.
Solusi yang terburu-buru dan tidak didukung oleh data dan analisis yang akurat hanya akan membuang biaya. Solusi yang akurat sebaiknya juga bukan datang dari satu orang tapi dari suatu tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang benar-benar ahli dalam bidang yang bersangkutan.
Pembentukan tim pencari solusi pemecahan masalah banjir dengan jumlah anggota yang banyak sebaiknya dihindari karena hanya akan mempersulit proses pengambilan keputusan atau akan mengaburkan fokus dan tujuan solusi pemecahan masalah banjir itu sendiri. Pengambilan keputusan memang tidak harus terburu-buru tetapi juga tidak boleh terlalu lambat karena bahaya banjir yang besarnya hampir sama atau lebih besar dari banjir yang seperti sekarang ini akan datang setiap tahun bila permasalahan banjir tidak disikapi dengan cepat.
Yang paling penting, solusi pemecahan masalah banjir di Bandar Lampung harus benar-benar bersih dari tujuan-tujuan politik atau kepentingan lain yang berhubungan dengan politik. Niat untuk membangun daerah dan membantu sesama manusia adalah niat yang luhur yang harus mendasari setiap keputusan yang diambil Pemerintah Kota atau siapa saja yang mempunyai kompetensi dalam memutuskan solusi apa yang tepat untuk mengusir banjir dari kota kita.
* Gatot Eko Susilo, Ahli Perencanaan Sumber Daya Air dan Lingkungan
Sumber: Lampung Post, Senin, 22 Desember 2008
No comments:
Post a Comment