July 25, 2010

[Wawancara] Inspirasi Pelajar Lampung

Irfan Haris, Siswa SMAN 1 Pringsewu, Peraih Medali Emas Olipiade Biologi Internasional


BAGAI oasis, prestasi Irfan Haris, pelajar asal SMAN 1 Pringsewu yang meraih medali emas pada pada Olimpiade Biologi Internasional, menyejukkan Lampung. Di tengah kondisi Sai Bumi Ruwa Jurai yang carut-marut, mulai dari infrastruktur hingga sengketa pilkada, ia memberi sinar di tengah kegelapan.

Irfan Haris (LAMPUNG POST/HENDRIVAN)

Prestasi bocah udik itu sangat membanggakan. Betapa tidak, dia menempati urutan ke-6 dari 233 peserta yang berasal dari 60 negara. Irfan menempati posisi tertinggi dari empat utusan asal Indonesia. Selain Irfan, tiga rekan lainnya, yakni Harun Reza Sugito dari SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, juga memperoleh medali emas pada urutan ke-10. Kemudian, Danang Crysnanto dari SMAN 1 Wonogiri meraih medali perunggu. Thoriq Salafi, siswa MAN Insan Cendekia Tangerang, meraih medali perunggu.

Prestasi membanggakan tersebut tidak diraih dengan mudah, tetapi membutuhkan proses dan perjuangan panjang. Untuk mengetahui bagaimana perjuangan Irfan Haris meraih prestasi tersebut, wartawan Lampung Post Sri Wahyuni bersama fotografer Hendrivan Gumala mewawancarai Irfan di Hotel Kurnia 2, Rabu (21-7) malam. Berikut petikannya wawancaranya.

Bagaimana proses hingga Anda meraih prestasi ini?

Saya mulai mengikuti olimpiade sejak duduk di bangku SD. Pada 2004 di Riau saya mengikuti OSN (olimpiade sains nasional). Itu terus berlanjut sampai saya duduk di bangku SMP. Saya mengikuti International Junior Science Olympiad (IJSO) tahun 2007 di Taipe, Taiwan. Alhamdulillah, saya dapat medali perak. Kelas X saya mengikuti OSN di Makassar pada 2008. Alhamdulillah, dapat medali perak. Pada 2009 saya mengikuti IBO di Tsukuba, Jepang, dan alhamdulillah dapat medali perak. Pada 2009 lagi saya mengikuti OSN, dapat medali emas. Yang terakhir ini (medali emas dari IBO ke-21 Changwon, Korea Selatan, 10—18 Juli).

Kenapa Anda memilih biologi?

Yang pertama, minat saya adalah ilmu hayati. Yang kedua, karena biologi itu mencakup ilmu-ilmu lain. Jadi, dalam biologi kita menggunakan matematika, fisika, kimia. Intinya, biologi itu luas dan ilmu lain diterapkan dalam biologi. Aplikasi biologi dalam kehidupan juga sangat luas.

Bagaimana perjuangan Anda di Korea hingga meraih emas?

Untuk yang di Korea sebenarnya sudah dipersiapkan selama lima minggu di Bandung, yakni di ITB. Ya, memang ada rasa waswas juga karena ini yang kedua, terus dituntut untuk lebih baik. Jadi, saya berusaha untuk bisa tenang agar bisa mengerjakan soal dan tes praktikum dengan baik dan tidak grogi. Alhamdulillah, hasilnya cukup baik.

Ada tiga macam tes yang harus dikerjakan, yakni praktikum dan teori. Tes teori ada dua macam, yakni teori A dan teori B. Teori A terdiri dari soal pilihan ganda dan teori B isian singkat. Practicle test atau tes praktikum ada empat lab, pertama anatomi dan fisiologi hewan (membedah laba-laba), sistematika hewan dan tumbuhan, ekologi, yang keempat biologi molekuler dan genetika. Masing-masing waktunya 90 menit dan rata-rata nilainya 50, sehingga total nilainya 200 untuk praktikum. Lalu, untuk teori ada teori A dan teori B, masing-masing nilainya 50 juga. Kemudian, semua nilai yang kami peroleh digabungkan. Jadilah nilai akhir.

Soal yang dihadapi dalam bahasa Inggris. Artinya, selain menguasai biologi, Anda juga dituntut menguasai bahasa internasional dengan baik. Bagaimana memahami soalnya agar bisa dijawab dengan baik?

Saya belajar bahasa Inggris sejak di bangku SD. Kebetulan ibu saya, Bariah, guru bahasa Inggris, jadi sangat membantu. Kebetulan buku biologi yang saya baca berbahasa Inggris. Jadi, saya sudah terbiasa dengan istilah-istilah penting dalam biologi yang berbahasa Inggris.

Apa yang menginspirasi Anda sehingga mau belajar keras dan mencapai prestasi puncak seperti saat ini?

Sebenarnya keseharian saya biasa-biasa saja. Waktunya belajar, saya belajar; waktunya bermain, saya bermain. Namun, ada waktu tertentu yang saya gunakan untuk belajar, biasanya sehabis isya, pukul 19.00 hingga 22.00 saya benar-benar belajar. Belajar rutin itu sangat membantu.

Belajar yang intensif yakni saat karantina, selama lima minggu. Selama di karantina saya belajar dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00 bersama dosen. Malamnya, pukul 21.00, saya bersama asisten dosen mengerjakan soal. Praktikumnya dua hari dalam seminggu, teori tiga hari, dan Sabtu kami tes.

Dibandingkan dengan anak-anak negara lain, bagaimana potensi anak-anak Indonesia, Lampung khususnya?

Karena metode pelatihan dan persiapan mereka lain (berbeda) dengan kita, prestasi mereka (anak-anak China) lebih baik dibandingkan dengan anak-anak Indonesia. Tapi, bila dibandingkan dengan negara-negara lain, Eropa dan Amerika Selatan misalnya, Indonesia lebih bagus. Kita sebenarnya juga mempunyai sistem perekrutan peserta OSN yang sudah terorganisasi dengan baik. Mungkin pelatihannya yang masih kurang jika dibandingkan dengan China.

Menurut Anda, apa yang harus dibenahi pada olimpiade agar prestasi kita lebih baik?

Mulai dari seleksi, mungkin harus lebih selektif. Pembinaan juga harus lebih intensif dan komprehensif. Siswanya juga harus termotivasi dari dalam dirinya sendiri untuk meraih prestasi terbaik. Sebab, dasarnya motivasi yakni dari dalam diri. Kalau tidak ada motivasi, susah untuk meraih prestasi tertinggi.

Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 Juli 2010

No comments:

Post a Comment