JAKARTA, KOMPAS.com-- Kenangan manusia terhadap letusan Krakatau tahun 1883, telah diabadikan orang dalam berbagai macam bentuk karya ilmiah, sastra dan seni, melebihi reaksi dan kenangan terhadap banyak bencana alam lainnya yang pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia dan dunia.
Kawah Gunung Anak Krakatau yang masih aktif. (SANDRO GATRA)
Sekarang di Indonesia kenangan itu ditransformasikan dalam bentuk paket budaya dan turisme seperti Festival Krakatau, yang rutin digelar tiap tahun. Dan yang menjadi kejutan, ditemukan salah satu laporan pandangan mata tentang letusan Krakatau tahun 1883, yang ditulis penduduk pribumi, bernama Muhammad Saleh.
Ia selain saksi mata, juga seorang korban letusan Gunung Krakatau. Demikian dikatakan peneliti dan dosen dari Universiteit Leiden, Suryadi, Kamis (29/7) di Jakarta, menjelang peluncuran buku Syair Lampung Karam, Sebuah Dokumen Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 (penerbit Komunitas Penggiat Sastra Padang, 2010), di Newseum Indonesia, Jalan Veteran 1 No 31, Jakarta Pusat.
"Walau sudah banyak kajian mengenai Gunung Krakatau, tapi tampaknya laporan yang ditulis Muhammad Saleh dalam genre syair Melayu itu lama terabaikan dan luput dari pandangan para peneliti," ujar Suryadi.
Syair Lampung Karam ditemukan dukumennya pada enam negara, dan karena menggunakan aksara Arab-Melayu (Jawi), tentu hanya dikenal amat terbatas dalam lingkungan peneliti dan peminat sastra Melayu klasik. Agaknya dapat dipahami, dalam banyak kajian sejarah dan teks ini tidak pernah dijadikan rujukan. Banyak sejarawan buta aksara Jawi dan lebih cenderung merujuk kepada sumber-sumber Eropa.
Dalam buku yang akan diluncurkan nanti malam, Suryadi menyajikan alik aksara (transliterasi) Syair Lampung Karam yang didasarkan atas satu edisi cetak batu (lithography) teks itu yang diterbitkan di Singapura pada seperempat terakhir abad ke-19.
"Dalam buku juga diberikan uraian singkat tentang berbagai aspek yang terkait tentang berbagai aspek yang terkait dengan kepengarangan Syair Lampung Karam," jelas Suryadi. Menurut dia, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Syair Lampung Karam adalah sebuah dokumen historis yang langka, yang di dalamnya dapat dikesan persepsi orang pribumi sendiri mengenai letusan Gunung Krakatau 1883, yang tentu saja dapat diperkirakan sangat berbeda dengan kesan-kesan yang sudah begitu banyak diungkapkan dalam laporan-laporan orang Barat.
"Alih aksara Syair Lampung Karam ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan kita tentang sejarah negeri kita, Indonesia, yang tak henti-hentinya diguncang gempa (kuat dan lemah), seperti letusan Gunung Krakatau yang tercatat sebagai salah satu bencana terhebat dalam sejarah dunia," papar Suryadi.
Sejarah letusan Gunung Krakatau memberikan pelajaran kepada kita ahat yang tinggal di Indonesia selalu waspada terhadap bencana alam yang memang menjadi langganan negeri-negeri yang berada dalam lingkaran cincin api Pasifik seperti Indonesia.
Editor: jodhi
Sumber: Oase Kompas.com, Kamis, 29 Juli 2010
No comments:
Post a Comment