BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sastra bisa membantu pelajar dan mahasiswa berpikir sistematis dan mendalam. Karena itu, siswa perlu mendapat pendidikan sastra untuk mengasah kemampuan memecahkan masalah (problem solving).
SERAHKAN CENDERA MATA. Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat menyerahkan cendera mata buku Apa dan Siapa 550 Wakil Rakyat Lampung kepada Dekan Fakultas Sastra Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Kamis (22-7). (LAMPUNG POST/ZAINUDDIN)
Dekan Fakultas Sastra Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Fajar S. Roekminto, mengatakan selama ini pelajar dan mahasiswa terbiasa menghafal, bukan berpikir. Hal ini berdampak kepada lemahnya kemampuan analisis dan kemampuan memecahkan masalah.
"Saya sering prihatin, setiap menerima mahasiswa baru, mereka sangat kering. Karena mereka terbiasa menghafal dan menghafal, bukan berpikir," kata Fajar saat mengunjungi Lampung Post, Kamis (22-7).
Menurut dia, keringnya pemahaman mahasiswa baru ini akibat sistim pendidikan di tingkat SD-SMA membiasakan siswa untuk menghafal. Untuk mengatasi kekeringan ini, dia menyarankan siswa dan pelajar didekatkan dengan sastra dan kebudayaan. "Bahasa sastra sangat membantu untuk sebuah kedalaman dan pemahaman," ujarnya.
Fajar didampingi oleh beberapa alumnus UKI dan guru dari SMAN 1 Gadingrejo, Tanggamus. Mereka diterima oleh Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat, Pemimpin Redaksi Sabam Sinaga, dan Redaktur Budaya Udo Z. Karzi.
Fajar juga menemukan banyak mahasiswa baru yang mampu berbahasa Inggris, tetapi tidak memahami bahasa. Sangat hafal teori, tetapi tidak bisa menjabarkannya menjadi alat untuk memecahkan masalah dan cara untuk hidup (the way of life).
"Semua serbapragmatis. Lulus SMA itu tujuannya pasti sekolah tinggi yang bisa langsung kerja setelah lulus," ujarnya. Pola pikir seperti itu menyebabkan generasi muda kehilangan karakter dan kemampuan kritis dalam memandang sebuah masalah.
Menurut Fajar, pendekatan sastra sangat penting dilakukan kepada para pelajar dan mahasiswa. Belajar melihat manusia sebagai manusia, bukan sebagai topeng atau robot yang bergerak secara pragmatis dan otomatis.
Dia mengatakan pernah memberikan pelatihan sastra kepada siswa SMAN 1 Gadingrejo, Tanggamus. Dia melihat antusias sangat besar. Karena itu, dia berpikir akan menggelar jambore sastra di Pringsewu.
Djadjat Sudradjat mengatakan sebenarnya tidak hanya pelajar dan mahasiswa yang membutuhkan sentuhan sastra, tetapi juga para pejabat dan pengusaha. "Kedekatan pemimpin publik kepada kebudayaan dan sastra saya pikir juga sangat penting," kata Djadjat.
Pejabat publik yang terbiasa berbicara politik, sekali-sekali perlu disentuh dengan puisi dan cerpen. Karena pemimpin besar yang menyukai sastra memiliki warna yang berbeda dalam kepemimpinannya.
Sumber: Lampung Post, Jumat, 23 Juli 2010
Terima kasih sudah dimuat
ReplyDeleteDari Fakultas Sastra UKI
sama-sama, pak.
ReplyDeleteMohon doa restu penyelenggaraan Kemah Sastra dan Bahasa di Gadingrejo...
ReplyDeleteoh iya, pak. kami sangat mendukung. semoga berjalan lancar dan sukses sesuai rencana.
ReplyDelete