Bandarlampung, 12/8 (ANTARA) - Perilaku plagiat (plagiarisme) atau menjiplak karya orang lain menjadi perdebatan hangat dalam sebuah diskusi di Bandarlampung, Selasa petang.
Diskusi digelar Balitbang Dewan Kesenian Lampung (DKL), di Sekretariatnya, di PKOR Way Halim itu, menghadirkan para penulis, jurnalis, akademisi, ahli bahasa, dan seniman, serta beberapa mahasiswa.
Diskusi bertema "Plagiarisme dan Otentisitas Karya" itu menjadi semakin hangat, menyusul adanya temuan peserta diskusi tentang karya tulis berupa artikel opini beberapa peserta diskusi yang dicurigai sebagai karya yang mengutip sumber karya orang lain tanpa menyebutkan sumber aslinya, sehingga dapat dikategorikan sebagai plagiat pula.
Menurut intelektual muda lulusan IAIN Raden Intan Bandarlampung yang juga penulis esai, Damanhuri, plagiarisme itu batasnya sudah sangat jelas, sehingga tidak bisa lagi pelakunya berpura-pura tidak tahu atau tidak mau tahu.
"Batasan penjiplakan karya tulis itu sudah jelas, kalau mengambil bahan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya seolah menjadi karya sendiri, itu adalah plagiat," kata lulusan S2 itu pula.
Dia menyebutkan bahwa pelaku plagiat tak ubahnya seperti maling, sehingga pantas dijauhi dan diberikan sanksi karena telah melakukan sebuah kesalahan besar, yaitu menipu diri sendiri, menipu publik, dan melecehkan pembaca.
"Perlu kejujuran seorang penulis untuk selalu menyebutkan sumber kutipan karya tulisnya agar tidak menjadi pelaku plagiat, karena kredibilitas penulis itu sangat dipertaruhkan," katanya.
Redaktur Opini Harian Umum Lampung Post, Rahmat Sudirman, membenarkan, setiap kali akan memuat karya artikel opini atau esai dari penulis, pihaknya selalu mengecek otentisitas karya tersebut.
"Kalau mencurigai karya tulis tertentu yang kelihatan aneh, kami harus menelusurinya, kalau perlu dengan menghubungi langsung penulisnya lebih dulu sebelum memutuskan untuk menerbitkan atau tidak," kata dia lagi.
Jurnalis sekaligus penulis opini dan sastra, Oyos Saroso HN, mengingatkan, agar tidak dituduh menjiplak, kutipan langsung atau kalimat dari tulisan orang lain harus tetap disebutkan sumbernya.
"Penjiplakan itu bisa terjadi pada karya tulis jurnalistik maupun sastra maupun karya seni lainnya. Tapi paling aman, karya apapun yang mengambil sebagian atau seluruh karya orang lain tetap harus menyebutkan sumbernya," ujar dia pula.
Oyos juga sependapat, pelaku plagiat harus diberikan sanksi tegas, baik penjiplakan karya jurnalistik, karya sastra dan seni maupun karya tulis pada bidang akademis.
"Tidak ada ampun bagi pelaku penjiplakan, apalagi tindakan itu dilakukan secara sengaja dan berulangkali," ujarnya.
Menurut dia, fenomena plagiarisme itu kini cenderung kian mewabah dan harus dihentikan serta diobati pelakunya.
Pegiat teater Iswadi Pratama membenarkan, sangat sulit menciptakan karya apapun yang sepenuhnya merupakan karya asli sendiri, karena dipastikan adanya unsur meniru, mencontoh, mengambil bahan atau terinspirasi atau menyadur karya yang pernah ada sebelumnya.
"Tapi alangkah baiknya untuk menyatakan dengan jujur rujukan dan kutipan karya sebelumnya itu," kata dia pula.
Iswadi berpendapat, otentisitas karya milik sendiri harus benar-benar dijaga sehingga memiliki nilai tinggi dan dihargai orang lain, dengan mengutip atau menyebutkan sumber karya sebelumnya tidaklah akan mengurangi nilai karya tersebut.
"Peluang untuk melakukan plagiat saat ini semakin mudah dilakukan dimana-mana, bergantung pada diri sendiri untuk melakukannya atau tidak," demikian Iswadi.
Hadir pula dalam diskusi itu, sejumlah sastrawan, di antaranya Isbedy Stiawan ZS yang dijuluki "Paus" Sastra Lampung oleh (alm) HB Jassin, dan Syaiful Irba Tanpaka serta sejumlah pegiat film, tari, dan penulis serta mahasiswa yang juga penulis di Lampung lainnya.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung (KBPL), Agus Sri Danardana, dan doktor muda IAIN Raden Intan Bandarlampung, Dr Firdaus Muhammad MA, juga mengikuti diskusi hingga usai.
Sumber: Antara, Selasa, 12 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment